AgioDeli.ID –
Konflik pertanahan terjadi di mana-mana dan acap menghiasi kolom-kolom media
massa. Namun, keberadaan Bank Tanah justru sepi dari ulasan.
“Padahal,
keberadaan Bank Tanah sangat berhubungan dengan upaya Pemerintah Republik
Indonesia dalam mengeliminir konflik pertanahan,” ungkap Sekretaris Nasional
(Seknas) Serikat Boemi Poetra, Ir. Abdullah Rasyid, M.E., pada sesi diskusi via
jaringan dengan kalangan wartawan, Kamis, 30 Mei 2024.
Dalam
diskusi bertajuk “Bank Tanah Ujung Tombak Reforma Agraria” tersebut, Rasyid
mengungkap hal yang lebih spesifik menjadi kewenangan Bank Tanah adalah menjamin
ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan.
“Kewenangan
itu tertera jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021,” beber
aktivis yang juga Ketua Bidang Pengembangan Potensi Daerah Pengurus Pusat (PP)
Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) ini.
Rasyid
menjelaskan, keberadaan Bank Tanah sekaligus menjawab tantangan terbesar
reforma agraria, yakni bagaimana rakyat bisa memiliki hak atas tanah secara
berkeadilan, yang bernilai ekonomi dan mampu menggerakkan pendapatan berkelanjutan
dari generasi ke generasi.
“In prinsip,
dengan Bank Tanah, pemerintah menginginkan tanah-tanah di republik ini terkelola
secara efektif dan efesien untuk menjamin ketersediaannya dalam rangka ekonomi
berkeadilan,” simpul aktivis asal Kota Medan yang kini berdomisili di Jakarta
ini.
Masih
berlandaskan PP Nomor 64 Tahun 2021, sosok yang pernah menjabat Direktur
Pengelola Komplek Kemayoran Sekretariat Negara (Setneg) ini menjabar fungsi
yang dijalankan Bank Tanah dalam mewujudkan kewenangan khususnya. Fungsi
dimaksud adalah perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan,
dan pendistribusian atas tanah.
Tentang
capaian negara, mantan Staf Khusus Menko Perekonomian ini pun mengutip apa yang
dituliskan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN), Agus Harimurti
Yudhoyono (AHY).
“Mas AHY
menuliskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam hal pendaftaran bidang tanah
kurun waktu tujuh tahun terakhir, yakni mencapai 250 persen. Dari semula 46
juta menjadi 112 juta bidang tanah,” sebutnya.
“Ini setidaknya cukup mereduksi praktik-praktik para spekulan dan mafia tanah, serta penyebab konflik tanah lainnya,” pungkas Rasyid. (*)
Penulis: Indra Gunawan
indragunawanku@gmail.com