Atasi Krisis Pangan, China Panen 100 Hektare Beras Air Garam

Editor: AgioDeli.id author photo

Padi Air Garam
Ilustrasi sawah di tepi laut. China baru-baru ini berhasil mengembangkan varietas padi yang tahan terhadap tanah berkandungan garam dan alkaline tinggi. sumber foto:DuSeWa

agiodeli Ilmuwan China berhasil mengembangkan tanaman padi air payau. Baru-baru ini, varian padi ini menghasilkan panen 100 hektare di
Distrik Jinghai.

Diketahui, Distrik Jinghai bukanlah penghasil beras. Terletak di sepanjang pesisir Laut Bohai, lebih dari setengah daratan kawasan itu terdiri merupakan tanah payau dan mengandung alkaline.

Selama ini, kondisi daratan di Jinghai tidak memungkinkan untuk budidaya tanaman, apalagi tanaman pangan sejenis padi. Ternyata, karya ilmuwan Negeri Tirai Bambu mampu melawan kondisi alam tersebut, dengan mengembangkan jenis padi yang bisa bertahan pada tanah mengandung garam.

Hal ini menjadi harapan atas keamanan pasokan makanan yang terancam oleh naiknya permukaan air laut, dewasa ini. Ini juga menjadi jaminan terpenuhinya permintaan beras yang meningkat dan upaya mengelimiir gangguan rantai pasokan makanan.

Dikenal sebagai "beras air laut" karena tumbuh di tanah mengandung garam dekat laut, beras jenis ini diciptakan dengan mengekspresikan gen secara berlebihan dari padi liar terpilih yang lebih tahan terhadap garam dan alkalin.

Lahan uji coba di Tianjin, sebuah daerah tingkat dua yang mencakup Jinghai, mencatat hasil 4,6 metrik ton per hektare tahun lalu. Angka panen ini lebih tinggi dari rata-rata nasional produksi varietas standar beras.

Pemanasan Global

Capaian ini menjadi harapan baru ketika China sedang berupaya mencari cara bagaimana mengamankan pasokan pangan dan energi domestik. Diketahui, China merupakan salah satu negara yang rentan akibat pemanasan global. Sementara, ketegangan geopolitik membuat impor kurang dapat diandalkan.

Negara itu memiliki seperlima dari populasi dunia, banyak rakyat yang perlu diberi makan, dengan kurang dari 10 persen lahan subur. Sementara itu, konsumsi beras meningkat cepat ketika negara itu semakin kaya.

Menurut Wan Jili, manajer di Pusat Penelitian dan Pengembangan Beras Tahan Saline-Alkali Qiangdo, beras air laut ini bisa membantu meningkatkan produksi beras China di tengah situasi yang sangat rumit akibat perubahan iklim. Dikutip dari South China Morning Post, Senin (21/2/2022), China telah meneliti beras tahan air garam ini sejak sekitar 1950-an.

Istilah "beras air laut" baru mendapat perhatian khusus sejak beberapa tahun terakhir. Ini terjadi setelah mendiang Yaun Longping, ilmuwan pertanian ternama China, mulai meneliti gagasan beras air laut pada 2012.

Yuan, dikenal sebagai "bapak beras hibrida", dianggap pahlawan nasional karena meningkatkan panen beras dan menyelamatkan jutaan orang dari kelaparan. Predikat itu ia peroleh setelah mengembangkan varietas beras hibrida pada 1970-an. Pada 2016, dia memilih enam lokasi di seluruh China dengan kondisi tanah berbeda yang diubah menjadi lahan uji coba untuk menanam beras tahan garam.

Bangun Pusat Penelitian

Tahun berikutnya, China membangun pusat penelitian di Qingdao di mana Wan bekerja. Tujuan pusat penelitian tersebut adalah memproduksi 30 juta ton beras menggunakan 6,7 juta hektare lahan tandus.

"Kami bisa memberi makan 80 juta orang (dengan beras air laut)," kata Yuan dalam sebuah tayangan dokumenter pada 2020.

Perubahan iklim membuat tugas ilmuwan semakin berat. Air laut China naik lebih cepat daripada rata-rata global selama 40 tahun terakhir. Berhasil mengembangkan beras yang tahan air garam dalam skala besar akan memudahkan negara ini untuk memanfaatkan semakin banyak lahan payau di kawasan itu.

Presiden China, Xi Jinping telah menekankan pejabat tinggi pemerintah untuk memastikan pasokan kebutuhan primer. Ia menyebut ini sebagai "masalah strategis utama" di tengah tekanan iklim dan geopolitik.

"Makanan untuk rakyat China harus dibuat oleh dan tetap di tangah orang China," ujarnya, Desember lalu.

Lahan Tandus Seluas Mesir

Ilmuwan China sedang bertaruh bahwa lahan yang diabaikan karena tandus bisa diubah menjadi lahan produktif untuk memproduksi beras. Sekitar 100 juta hektare lahan di China, sekitar seukuran Mesir, tinggi kandungan garam (saline) dan alkalinenya. Sementara itu, lahan subur menurun 6 persen dari 2009 sampai 2019 karena urbanisasi, polusi, dan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.

Untuk menggunakan tanah payau sebagai lahan tanam, para petani secara tradisional mengairi lahan mereka dengan air tawar dalam jumlah besar. Pendekatan ini masih digunakan secara umum di beberapa kawasan pesisir. Tapi, metode ini memerlukan air tawar dalam jumlah besar dan tidak ekonomis.

"China sedang mencari metode baru sekarang, untuk mengembangkan varietas beras yang bisa tahan dengan kandungan garam pada tanah," jelas Zhang Zhaoxin, seorang peneliti dari Kementerian Pertanian China.

Walau beras air laut sebagian besar telah ditanam di lahan uji coba, Zhang mengatakan percaya budidaya komersil beras jenis ini akan meningkat dengan dukungan pemerintah.

Tim peneliti di Qingdao Oktober lalu mengatakan, pihaknya bisa mencapai target menanam 6,7 juta hektaree beras air laut dalam waktu 10 tahun. Pada 2021, kelompok ini ditugaskan untuk mengolah 400.000 hektare lahan untuk memperluas produksi beras air laut.

“Jika China bisa lebih mandiri dalam makanan pokok, itu akan menjadi kontribusi bagi ketahanan pangan dunia juga,” kata Zhang. (indra)

artikel ini telah diterbitkan www.merdeka.com dengan judul: China Berencana Beri Makan 80 Juta Penduduknya dengan "Beras Air Laut”

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com