Oleh: Ir. Abdullah Rasyid, M.E. *)
SENIN siang, 26 Juni 2023, diawali dengan makan bersama, berlangsung bedah buku "Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi" (The President Can Do No Wrong). Bertempat di Aula Yudhoyono, Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi No. 41, Pegangsaan, Jakarta Pusat.
Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang lebih
memperuntukkan buku karyanya itu untuk kader-kader Partai Demokrat. Pesannya,
buku itu untuk pembelajaran tentang kepemimpinan dan bagaimana menjalankan
kekuasaan.
Bagaimana menjalankan kekuasaan dalam tataran kepemimpinan
ideal patut ditularkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dari generasi
ke generasi. Karena dalam demokrasi, sejatinya "kekuasaan itu tidak tak
terbatas".
Cawe-cawe boleh saja dilakukan oleh penguasa (presiden), tapi jangan sampai menjadi "unethical
policy". Apalagi, sampai melakukan "abuse of power dan atau
obstruction of justice".
Ketiga hal tersebut akan mengotori atau mengakibatkan cacat
dari warisan kekuasaan sang presiden. Tentu, Presiden Jokowi ingin mengakhiri
pengabdiannya dengan baik.
Semua presiden menginginkan masa jabatannya bisa diakhiri dengan
"soft and happy landing" seperti Presiden SBY. Sebaliknya, tidak
menginginkan “hard landing” atau yang lebih parah: “crash landing”.
Hard landing terjadi pada Presiden Habibie, yang laporan
pertanggungjawaban jabatannya ditolak MPR. Sehingga, beliau tidak mencalon lagi.
Sedangkan crash landing dialami Presiden Pertama RI, Bung
Karno dan juga Pak Harto (Soeharto), Presiden Kedua. Kekuasaan kedua bapak
bangsa itu dihentikan di tengah jalan.
Kita jangan salah memaknai judul "The President Can Do No
Wrong" dari pesan Pak SBY. Itu bukan berarti presiden selalu benar dan
tidak bisa disalahkan.
“The Presiden Can Do No Wrong" harus dimaknai dengan “presiden
tidak boleh tidak boleh berbuat salah”. Sebab, presiden memiliki cukup kuasa untuk
menempatkan sesuatu tanpa kesalahan!
Cawe-Cawe Positif
Sebagai salah seorang kader Partai Demokrat, saya sangat berbangga
hati dengan sikap maupun pandangan Pak SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi
Partai Demokrat. Sikap dan pandangan yang membanggakan itu dapat sama-sama kita
simak dalam buku “Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi”.
Pada buku tersebut, Pak SBY mengulas pernyataan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku akan cawe-cawe untuk kepentingan nasional. Pak
SBY berpendapat, langkah tersebut sah dilakukan seorang pemimpin negara.
"Sah-sah saja Presiden Jokowi mengatakan atau berbuat
begitu. Apalagi kalau cawe-cawe yang beliau lakukan adalah cawe-cawe yang baik,
yang positif. Saya pikir kita tidak boleh serta-merta mengatakan bahwa apa yang
dilakukan Pak Jokowi itu tidak baik atau salah," begitu persisnya
pandangan Pak SBY dalam buku tersebut.
Sepengetahuan saya, Pak SBY dan Pak Jokowi memiliki sejumlah
pandangan berbeda dalam menjalankan kekuasaan. Pun begitu, Pak SBY menegaskan
bahwa kita tidak boleh menyatakan hal yang dilakukan Presiden Ke-7 RI tersebut
salah. Hanya, Pak SBY mengingatkan agar Presiden Jokowi berhati-hati terkait cawe-cawenya.
Pak SBY berpesan, jangan sampai ikut campur seorang pemimpin
negara menjadi bias dan dikaitkan dengan Pilpres 2024 (Pemilihan Presiden 2024).
Sebab, kepentingan nasional sangat berbeda dengan kepentingan sebuah partai
politik atau pihak tertentu.
Menurut Pak SBY, “Banyak literatur yang mendefinisikan
kepentingan negara dalam tingkatan mulai yang bersifat hidup matinya sebuah
negara (survival interests), disusul dengan kepentingan negara yang vital
(vital interests) dan kemudian disusul dengan kepentingan besar (major
interests) dan seterusnya.”
Karenanya, Pak Jokowi harus betul-betul meyakinkan bangsa
ini bahwa cawe-cawe yang dilakukan memang untuk kepentingan nasional! ***
*) Penulis adalah Sekretaris Departemen V DPP Partai
Demokrat, Wakil Sekjend PP IKA USU dan Ketua Pengurus Pusat (PP) Jaringan Media
Siber Indonesia (JMSI)