Khawatir Mahasiswa Jadi Korban, Alumni UISU Pertanyakan Keabsahan Yayasan

Editor: Donny author photo

Konflik Yayasan UISU
Salah satu alumni UISU, Budi Samora Nasution SE, menyampaikan kekhawatirannya atas konflik Yayasan UISU

AgioDeli.ID-
Jelang penerimaan mahasiswa baru (PMB), kalangan alumni Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) menuntut keterbukaan pihak yayasan akan legalitas kampus tersebut.

“Prestise yang saya rasakan sebagai alumni naik-turun, bahkan sempat berada di titik nadir pada dekade tahun 2000-an. Itu akibat konflik berulang-ulang,” ungkap Budi Samora Nasution, alumni UISU angkatan 1993, dalam sebuah kesempatan bersama wartawan di Medan.

Budi mengaku patut menuntut keterbukaan pihak yayasan demi kepentingan mahasiswa yang sekarang maupun bakal mengenyam pendidikan di UISU. Ijazah terbitan kampus ini, menurutnya, pernah tak dianggap di dunia kerja.

"Dari pemberitaan di media, susunan personalian Yayasan UISU periode kali ini keabsahannya sedang disanggah. Sanggahan sudah sampai ke Dirjen AHU (Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum) Kementerian Hukum dan HAM," ungkap Budi.

Diketahui, Dirhen AHU Kementerian Hukum dan HAM akan melakukan pemblokiran registrasi keabsahan sebuah yayasan jika ada sanggahan dari pihak lain, sampai ada keputusan hukum yang menolak sanggahan dimaksud.

Dalam catatan sejarah, pemblokiran Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada Kementerian Hukum dan HAM terhadap Yayasan UISU bukan baru kali ini terjadi lantaran adanya sanggahan.

Pada tahun 2018, pemblokiran terhadap Yayasan UISU pernah terjadi lantaran permohonan mantan Ketum Yayasan UISU, Prof. Zainuddin. Kemudian di tahun 2024, kembali terjadi pemblokiran akibat gugatan sekelompok orang atas kepengurusan yayasan penyelenggara kampus tertua di luar Pulau Jawa tersebut.

"Nah, itu dia. Jangan sampai anak-anak bangsa kembali jadi korban. Ini mau penerimaan mahasiswa baru, kalau betul diblokir, bagaimana nasib mereka nanti," tukas Budi.

Penyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) ini kemudian mengurai kronologi konflik berulang di UISU yang terjadi tak lain akibat prebutan kekuasaan di yayasan. Dari keseluruhan peristiwa, ujung-ujungnya mahasiswa jadi korban.

“Konflik besar pertama kali terjadi di tahun 1992. Saat itu terjadi dualisme pada penanggungjawab pelaksana akademik di Fakultas Ekonomi. Ada dekan yang ketika itu tidak tunduk ke yayasan, sehingga yayasan membentuk dekanat tersendiri,” kenang Budi.

Konflik itu berlangsung cukup panjang. Sebut Budi, konflik baru berakhir tahun 1996. Yayasan akhirnya mengakui posisi Ahmad Ghazali sebagai Dekan Fakultas Ekonomi, termasuk jajarannya.

“Fakultas Ekonomi ketika itu memiliki kontribusi besar pada pembangunan UISU. Ghazali tak mau turun takhta ketika yayasan menggantinya dengan orang lain,” tambahnya.

Namun begitu, lanjut Budi, konflik di Fakultas Ekonomi terulang lagi tahun 1998. Pihak yayasan akirnya berhasil menjatuhkan kekuasaan Ghazali dan menyerahkan kedudukannya pada orang lain.

“Di kedua konflik tersebut, mahasiswa terseret-seret. Mahasiswa dimobilisir oleh para pihak,” tukas Budi.

Titik nadir prestise bagi dirinya maupun alumni lain, menurut Budi, terjadi di era 2000-an. Ketika itu anak kandung Bahrum Djamil, salah seorang pendiri baru pulang dari Mesir dan ingin merebut kekuasaan di Yayasan UISU.

“Mengapa saya sebut titik nadir? Sebab, kali ini UISU benar-benar terpecah, baik yayasan maupun pelaksana akademik. Kayak Nagabonar, UISU jadi dua,” kelakar Budi.

Diketahui, sejarah memang mencatat perpecahan di UISU mengakibatkan terbentuknya kampus-kampus baru UISU dengan pengurus yayasan yang masing-masing berbeda, rektor dan para dekan yang berbeda pula.

Salah satu pihak menyebut diri sebagai UISU Almunawarah, yang menduduki kampus di Jalan SM Raja, Medan. Sementara, pihak lain menyebut dirinya UISU Almanar yang bermarkas di Jalan Karya Bakti, Medan Johor.

“Kasus UISU jadi dua ini betul-betul mengorbankan kepentingan mahasiswa sebagai generasi bangsa. Kualifikasi UISU sebagai salah satu universitas terbaik di Sumatera Utara menjadi anjlok, bahkan ijazah yang dipegang mahasiswa sempat tak dianggap di dunia kerja,” papar Budi.

Diketahui pula, perpecahan di tubuh Yayasan UISU ini baru berakhir 2013, lantaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh mengancam akan mencabut izin penyelenggaraan pendidikan yang mengatasnamakan UISU. Menteri menegaskan akan menutup permanen UISU jika tidak segera bersatu.

“Bibit-bibit konflik sepertinya tak pernah benar-benar mati di lingkup UISU. Sebagai alumni, saya terus mengikuti perkembanan UISU, utamanya melalui pemberitaan media. Yayasan kali ini pun, kita tahu kabsahannya sedang disanggah,” tegas Budi.

“Pihak yayasan harus terbuka ke publik. Seperti apa legalitas mereka saat ini. Jangan sampai, mahasiswa kembali menjadi korban perebutan kekuasaan,” pungkasnya pula.

Ketua Umum Yayasan UISU, Ir. Indra Gunawan, M.P., sejauh ini belum bersedia mengonfirmasi soal legalitas pihaknya sebagai penyelenggara pendidikan. Terutama, yang berhubungan dengan Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada Kementerian Hukum dan HAM.

Kalangan media sudah berkali-kali berupaya menghubungi Indra Gunawan. Lewat layanan pesan WhatsApp, dia pun sempat menjanjikan waktu untuk menemui kalangan media pada Sabtu, 27 April 2024, di Kantor Yayasan UISU, Jalan SM Raja Medan. Namun, saat ditunggui sesuai waktu yang dijanjikannya, Indra Gunawan tak kunjung menampakkan batang hidung. (*)

Penulis : Indra Gunawan
Email    : indragunawanku@gmail.com
Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com