Direktur PT KAYA Canakya Suman saat memberikan keterangan di persidangan secara virtual, Senin (11/7/2022). FOTO: AgioDeli.ID/donny
AgioDeli.ID – Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA)
Canakya Suman dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi kredit macet Rp39,5miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan terdakwa Notaris
Elviera.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin
(11/7/2022), terungkap kalau berita acara penyerahan 93 sertifikat hak guna
bangunan (SHGB) ditandatangani Canakya Suman meski SHGB itu tidak pernah
diserahkan.
Pada pemeriksaan Canakya itu, juga terungkap PT ACR
sebagai pemilik 93 SHGB sebelumnya telah mengagunkan sertifikat itu ke Bank
Sumut, dan belum lunas. Tetapi proses permohonan ke BTN tetap dilakukan.
Canakya menerangkan, dirinya dikenalkan oleh seorang
bernama Dayan Sutomo ke Aditya Nugroho, analis kredit di BTN Medan.
Selanjutnya, Canakya mengajukan permohonan peminjaman uang dengan agunan milik
PT ACR yang direkturnya adalah Mujianto.
Canakya mengaku mengajukan kredit untuk konstruksi
pembangunan 151 unit rumah di Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono,
Kawasan Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang. Ia mengajukan
dengan menggunakan SHGB atas nama PT ACR yang masih menjadi agunan di Bank
Sumut.
BTN Sudah Diberitahu SHGB Agunan Masih Berada di Bank Sumut
Menjelang akad, Canakya mengaku telah memberitahu Ferry
melalui Aditya bahwa SHGB agunan masih di Bank Sumut.
Meski begitu, tetap digelar legal meeting pada 24 dan 27
Februari 2014. Penandatanganan akad kredit pada 27 Februari 2014, sedangkan
pencairan kredit dilakukan pada 3 Maret 2014 sekaligus dua tahap dengan total
mencapai Rp20 miliar.
Pada saat pencairan Canakya mengaku disodorkan berita
acara penyerahan 93 SHGB sebagai kelengkapan syarat pencairan kredit. Tapi
SHGB-nya tidak diserahkan.
"Kenapa ditandatangani yang tidak ada?" tanya
hakim Immanuel Tarigan.
Canakya menjawab penandatanganan berita acara dilakukan
untuk melengkapi syarat pencairan kredit. Berita acara itu juga bertanggal
mundur. Bertanggal 27 Februari, namun diteken 3 Maret agar seolah-olah sudah
ada serah terima sebelum pencairan.
Canakya mengaku, dari total Rp39,5 miliar yang
diterimanya, sekitar Rp14 miliar digunakan untuk melunasi kredit PT ACR di Bank
Sumut.
Hakim kemudian menanyakan ke mana SHGB yang telah ditebus
itu. "Diserahkan ke customer yang mulia," jawab Canakya.
"Diserahkan atau dijual?" tanya hakim lagi.
Semestinya, SHGB yang telah ditebus itu dibaliknamakan
lalu diserahkan ke BTN Medan sebagai agunan. Namun, itu tidak dilakukan
Canakya. Hal ini yang membuat Canakya terseret perkara penggelapan dan telah
divonis.
"Berapa lama anda dihukum?" tanya hakim.
"Dua tahun 4 bulan yang mulia," ungkapnya.
Prinsip Kehati-hatian BTN Dipertanyakan
Selain Canakya, sidang juga menghadirkan saksi Ferry
Sonefille selaku pimpinan Cabang BTN Medan (2013-2015) dan Dayan Sutomo,
penghubung PT KAYA dengan pejabat BTN.
Kuasa hukum Elviera yang dimotori Tommy Sinulingga
mempertanyakan prinsip kehati-hatian BTN Medan. “Siapa saja analis yang
melaksanakan prinsif kehati-hatian di BTN?” tanya Tommy.
Pertanyaan itu dijawab Ferry dengan menyebut Aditya
Nugroho, bawahan dari R Dewo Pratoloadji.
Tommy juga mengingatkan awal pengajuan permohonan kredit
PT KAYA sebesar Rp49 miliar. Ada surat persetujuan yang ditandatangani Ferry.
Namun, Ferry kembali membantah bahwa suratnya itu bukan
persetujuan, melainkan hanya rekomendasi ke pimpinan BTN pusat. “Itu bukan
persetujuan, tapi rekomendasi,” kilahnya.
Pun begitu, Ferry tidak membantah rekomendasinya itu
berisi tidak keberatan dengan kredit yang diajukan PT KAYA.
Selanjutnya Tommy mencecar soal persetujuan permohonan
pada 4 Februari 2014. Padahal sebelumnya, medio Oktober 2013, BTN pusat telah
menerbitkan memo yang menyatakan syarat kelengkapan permohonan kredit itu harus
atas nama pemohon terkait agunan yang diagunkan ke pihak BTN.
"Apakah saksi tahu soal itu? Dan, mengapa saksi
tandatangani surat persetujuan pemberian kredit (SP2K) kepada PT KAYA untuk
konstruksi perumahan Takafuna Residence tanggal 4 Februari 2014? Sementara,
tanggal 24 dan 27 Februari 2014 masih digelar legal meeting. Artinya, saksi
mengetahui memo dari BTN pusat 2013, tapi tetap menyetujui permohonan PT KAYA
itu pada 4 Februari 2014. Persetujuan itu jauh sebelum digelar legal meeting
pada 24 dan 27 Februari 2014," tanya Tommy.
Lalu Ferry pun membenarkan dirinya ada menandatangani
persetujuan itu. Namun, hal itu menurutnya dikarenakan sudah dianggap memenuhi
persyaratan.
Jawaban Ferry itu, menurut Tommy, membuktikan kalau
Notaris Elviera tidak terlibat dalam kesepakatan antara PT KAYA dengan pihak
BTN Medan dalam proses kredit untuk konstruksi Takafuna Residence. Hal itu
diperkuat dengan pernyataan saksi Dayan Sutomo yang mengaku mengenal Notaris
Elviera pada 24 Februari 2014.
“Artinya, sepakat dulu PT KAYA dengan BTN, baru notaris
dipanggil. Begitukan saksi?” tanya Tommy, dijawab ya oleh Ferry.
Majelis hakim menimpali pertanyaan kuasa hukum kepada
Ferry. “Terus yang membuat saksi percaya adalah berita acara yang dibuat oleh
Pak Dewo (R Dewo Pratoloadji-red) dan ada cover note yang dibuat oleh notaris?
Apa saksi tahu bahwa SHGB aslinya itu masih ada di Bank Sumut?” tanya hakim.
Lagi-lagi Ferry berkilah. Katanya, ada surat dari Bank
Sumut. Namun, setelah ditunjukkan surat itu, ternyata hanya pemberitahuan bahwa
SHGB yang jadi jaminan di Bank Sumut akan diberikan bila telah melunasi kredit
PT ACR.
Artinya, dana kredit dari BTN yang dikucurkan kepada PT
KAYA digunakan untuk melunasi kredit PT ACR ke Bank Sumut.
Mantan Pimpinan BTN Cabang Medan, Ferry Sonefille dan Dayan Sutomo (pakai masker), dalam persidangan di PN Medan, Senin (11/7/2022). FOTO: AgioDeli.ID/indra gunawan
Penghubung Dapat Hadiah 1 Unit Rumah
Setelah Ferry, giliran saksi Dayan Sutomo memberi
keterangan. Dayan mengaku diberi hadiah Rp 500 juta karena berhasil
mempertemukan pimpinan PT ACR dengan pihak Bank Sumut terkait pengajuan kredit
sebesar Rp35 miliar. Hadiah itu diberikan Antona, staf Mujianto selaku Direktur
PT ACR.
Sedangkan dari PT KAYA, ia mengaku diberi sebuah rumah
karena mempertemukan Canakya Suman (Direktur PT KAYA) dengan pejabat analis
BTN, Aditya Nugroho, hingga mulus mengajukan kredit. Pemberian hadiah rumah itu
dibungkus dengan akta jual beli.
“Saya diberi rumah berikut sertifikatnya. Hadiah itu
dibuat akta jual beli seolah-olah saya telah membeli. Padahal itu hadiah,” aku
Dayan di hadapan majelis hakim dipimpin Immanuel Tarigan.
Selain itu, Dayan juga mengaku telah memberikan uang Rp100
juta kepada Ferry sebagai hadiah memuluskan kredit PT KAYA. “Hadiah uang itu
saya berikan di depan Canakya Suman di Hotel Emerald saat makan malam bersama,”
jelas Dayan.
Keterangan Dayan itu langsung dipertanyakan hakim
Immanuel Tarigan kepada saksi Canakya Suman yang dihadirkan secara virtual.
"Tidak benar itu majelis hakim. Soal satu sertifikat
itu, kami proses jual beli. Bukan saya berikan. Soal 100 juta itu juga, tidak
benar itu. Dia ada utang 100 juta, (pemberian) itu mungkin hanya inisiatif Dayan
sendiri," jawab Canakya menjawab hakim Immanuel Tarigan.
Hakim Immanuel tidak langsung percaya dengan jawaban
Canaknya yang kerap berbelit-belit saat memberi kesaksian.
"Anda yang jujur. Tadi Dayan sudah menjelaskan. Jangan
anda berbohong. Anda tahukan, anda sudah disumpah, nanti bisa-bisa dikenakan
berbohong memberi keterangan," tegas Immanuel.
Tapi, Canakya tetap bersikukuh membantah.
Dalam dakwaannya, JPU Resky Pradhana Romli membeberkan
bahwa Elviera selaku notaris telah bekerja sama dengan PT BTN Kantor Cabang
Medan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor: 00640/Mdn.I/LA/III/2011
tanggal 11 Maret 2011. Kontrak kerja sama itu kemudian diperpanjang lagi
berdasar Perjanjian Kerja Sama Nomor: 20/PKS/MDN/II/2014 tanggal 25
Februari 2014.
Jaksa Resky mendakwa Elviera memberi bantuan, kesempatan,
sarana atau keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sebenarnya
kepada sejumlah pihak. Antara lain, yakni eks Kepala BTN Kantor Cabang Medan Ferry
Sonefille, lalu Pejabat Kredit Komersial BTN Kantor Cabang Medan R Dewo
Pratoliadji dan Analisa Kredit Komersial BTN Kantor Cabang Medan Aditya
Nugroho.
Pemuda LIRA Ungkap Adanya Modus Pengalihan Kasus
Kerja sama antara Elviera dan BTN Cabang Medan menyangkut
pemberian kredit kepada PT KAYA. Saat itu, direktur PT KAYA dijabat oleh
Canakya Suman.
Menurut JPU Resky, Elviera membuat Akta Perjanjian Kredit
Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 antara PT BTN Kantor Cabang Medan selaku
kreditur dan PT KAYA selaku debitur. Akta itu mencantumkan agunan 93 SHGB
atas nama PT ACR. Dari total agunan, sebanyak 79 SHGB di antaranya masih
terikat tanggungan di Bank Sumut Cabang Tembung dan belum lunas.
Elviera diduga membuat surat keterangan atau covernote
nomor: 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014. Surat itu menerangkan
bahwa seolah-olah terdakwa sudah menerima seluruh persyaratan untuk balik nama
93 SHGB. Sehingga kredit modal kerja konstruksi kredit yasa griya (KMK-KYG)
dari PT BTN Kantor Cabang Medan dapat dicairkan untuk PT KAYA.
Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (Pemuda LIRA) Kota Medan menyoroti
serius perkara ini. Koordinator Tim Investigasi Pemuda LIRA Kota Medan, Adrian
Siagian mengatakan pihaknya mengendus indikasi kalau para pihak awalnya mencoba
membelokkan perkara korupsi ini menjadi sekadar perkara pidana penggelapan.
“Itu mengapa Direktur PT. KAYA buru-buru dilaporkan
melakukan penggelapan oleh BTN dan saat ini sudah menjalani hukuman,” tukasnya,
sembari mengingatkan agar modus ini menjadi catatan penting bagi publik,
khususnya aktivis anti-korupsi.
Dalam perkara ini, lanjut dia, telah terjadi
penyelewengan dana kredit lantaran sebagian yang diterima PT KAYA dari BTN
Kantor Cabang Medan justru digunakan untuk melunasi utang PT ACR di Bank Sumut
Cabang Tembung yang telah jatuh tempo.
"Sehingga telah terjadi penyimpangan peruntukan atas aliran kredit KMK-KYG di BTN Cabang Medan ini, dari yang seharusnya untuk membangun perumahan menjadi untuk melunasi utang," tegasnya. (indra)