Kasus Korupsi Rp39,5 M BTN Medan, Konglomerat Mujianto Mulai Diadili

Editor: AgioDeli.id author photo

Kasus Korupsi BTN
Pengadilan Tipikor Medan menggelar sidang kasus korupsi Rp39,5 miliar di BTN Medan yang menghadirkan terdakwa konglomerat Mujianto alias Anam secara virtual. FOTO: AgioDeli.ID/DONNY

AgioDeli.ID
Konglomerat Medan, Mujianto alias Anam diadili terkait pusaran kasus korupsi Rp39,5 miliar di PT Bank Tabungan Negara (BTN).

Mujianto diadili dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Agung Cemara Reality (ACR). Sidang perdana terhadapnya diselenggarakan secara virtual oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Rabu (3/8/2022).

Persidangan yang menjadikan Mujianto berstatus terdakwa itu dipimpin Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, diketuai Immanuel Tarigan. Sidang mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dimpimpin Isnayanda.

Sebelum pembacaan dakwaan, melalui kuasa hukumnya Mujianto mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Dalilnya, Mujianto dalam keadaan sakit dan sudah berumur tua.

Dalil lainnya, developer Kompleks Graha Metropolitan dan pesaham Kompleks Perumahan Cemara Asri ini disebut sebagai tulang punggung keluarga.

"Nanti akan kami pertimbangkan, apakah diterima atau tidak," kata Hakim Immanuel Tarigan, menjawab permohonan tersebut.

Dalam surat dakwaan dijelaskan, Mujianto selaku Direktur PT ACR telah mengikat perjanjian jual beli atas sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dengan total luas lahan 103.448 M2. Lahan itu merupakan bagian dari hamparan lahan Kompleks Graha Metropolitan di Jalan Kapten Sumarsono, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.

"Dari lahan itu, terdakwa mengalihkan 13.860 M2 kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman (diadili terpisah) dengan harga Rp45 miliar. Rencana, akan dibangun proyek perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 rumah yang legalitas proyeknya atas nama terdakwa," ucap jaksa dalam dakwaannya.

Namun, lanjut jaksa, pembayaran lahan tanah yang dibeli Canakya Suman kepada terdakwa masih belum lunas.

 
Penyaluran Kredit dari BTN Tak Sesuai Prosedur

Kasus Korupsi BTN
Konglomerat Mujianto alias Anam saat digiring memasuki mobil tahanan untuk dikirim ke Rutan Tanjung Gusta, Medan, Rabu (20/7/2022). FOTO: ISIMEWA

Mengingat pembayaran belum lunas, terdakwa mengajukan dan menerima fasilitas kredit rekening koran selama setahun sebesar Rp35 miliar dari Bank Sumut. Kredit tersebut dilandasi agunan tanah seluas 16.306 M2. Pelunasannya, dibebankan oleh terdakwa kepada Canakya Suman.

"Ternyata fasilitas kredit Bank Sumut dinikmati oleh terdakwa sebagai pelunasan utang pembayaran jual beli tanah, dan Canakya tidak mampu melunasi fasilitas kredit yang membuat Canakya mengajukan surat permohonan kredit ke Bank BTN tanpa melampirkan RAB pekerjaan dan tanpa menyebutkan besaran nilai kredit yang dibutuhkannya," ungkap jaksa.

Canakya mengetahui bahwa proyek perumahan yang akan dibiayai beserta sejumlah SHGB yang akan dijadikannya agunan masih atas nama Mujianto. Canakya juga mengetahui SHGB itu sedang terikat sebagai jaminan kredit di Bank Sumut.

Meski begitu, Canakya Suman tetap menyampaikan fotokopi data-data legalitas proyek dan SHGB atas nama Mujianto tersebut ke BTN.

"Walaupun mengetahui bahwa status legalitas proyek perumahan yang akan dijadikan agunan bukanlah milik Canakya, serta masih sedang berstatus sebagai agunan kredit pada Bank Sumut, (BTN) tetap memproses permohonan dan memberikan fasilitas kredit modal kerja (KMK) konstruksi kredit yasa griya (KYG) dengan plafon (batas maksimum) kredit sebesar Rp39,5 miliar, dengan agunan 93 sertifikat," beber jaksa.

Setelah pencairan kredit dari BTN, lanjut jaksa, Canakya mentransfer Rp13 miliar ke terdakwa Mujianto. Sehingga, utang pembayaran jual beli tanah antara terdakwa dengan Canakya menjadi lunas. Dan, dengan uang itu pula Mujianto melunasi kreditnya di Bank Sumut yang sudah jatuh tempo.

Jaksa menyimpulkan pemberian kredit KMK-KYG kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur. Dana atas pencairan kredit itu digunakan PT KAYA tidak sesuai peruntukan, yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar.

"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana," pungkas jaksa.

Usai pembacaan dakwaan, Majelis Hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda nota keberatan (eksepsi) dari terdakwa.

 

Hakim Pertanyakan Proses Hukum Oknum BTN

Diketahui, Tim Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menahan konglomerat Mujianto alias Anam sejak Rabu, 20 Juli 2022.

"Ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu Yos A Tarigan, beberapa saat setelah Mujianto dikirim ke rutan.

Penahanan Mujianto membuat Ketua Majelis Hakim Immanuel Tarigan mempertanyakan progres penanganan jaksa terhadap empat oknum BTN yang sudah menjadi tersangka dalam pusaran kasus korupsi sistemik ini.

"Aneh saya rasa, pihak swasta sudah ditahan. Ini sesuai dakwaan jaksa, ada empat anggota bank BTN yang juga jadi tersangka. Kok belum ditahan ya?" sentil Immanuel pada Senin, 25 Juli 2022.

Senin itu, Pengadilan Tipikor Medan menggelar persidangan kasus yang sama dengan terdakwa Notaris Elviera.

Keempat oknum BTN dimaksuda tak lain Aditya Nugroho selaku Staf Analis Kredit BTN Cabang Medan, R Dewo Pratolo Adji selaku Pejabat Kredit Komersial (Head Commercial Landing Unit), Agus Fajariyanto selaku Wakil Pimpinan (Deputy Branch Manager) dan Ferry Soneville selaku Pimpinan Cabang (Branch Manager) Medan.

"Saya cek didakwaan, Mujianto belum ada disebut sebagai tersangka, tapi ternyata sudah ya. Ini memperjelas aja. Kemarin Mujianto setahu saya belum tersangka berdasarkan dakwaan, rupanya sudah ditahan. Ya enggak apa-apa, saya apresiasi. Cuma kok BTN gak ditahan-tahan?" sentil Immanuel lagi.

Cukup membuat gerr suasana persidangan ketika itu, saat Kepala Commercial Landing Division BTN Pusat, Ardin Hamonangan Simanjuntak mengakui permohonan kredit PT KAYA tetap disetujui meski syarat-syarat belum dipenuhi.

Pengajuan kredit berproses pada 2013 dan pencairannya pada 2014. Ardin Hamonangan sendiri dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Senin itu. (indra)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com