AgioDeli.ID
– Penanganan hukum kasus dugaan korupsi Rp39,5 miliar yang melibatkan
Bank BTN Cabang Medan dinilai mencederai rasa keadilan bagi masyarakat.
Penilaian tersebut diutarakan Managing Partners Kantor Hukum KARA
& Rekan, Rion Arios, S.H., M.H. kepada AgioDeli.ID, Minggu (28/8/2022).
“Kasus ini telah menarik perhatian banyak kalangan. Ada
banyak kejanggalan yang harus dijawab pihak-pihak terkait. Kejanggalan
menyangkut penanganan terdakwa
Mujianto maupun empat orang tersangka dari Bank BTN yang diduga telah merugikan negara sekitar Rp39,5 miliar,” ungkap Rion.
Diketahui, dalam pusaran kasus ini konglomerat Mujianto
alias Anam sempat dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung Gusta. Namun,
hanya berselang beberapa hari, Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) itu bisa
terbebas dari kungkungan jeruji.
Bebasnya Mujianto dari kungkungan jeruji dilatari keputusan
majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Kourpsi (Tipikor) Medan yang diketuai
Immanuel Tarigan. Majelis mengalihkan status penahanan Mujianto menjadi tahanan
kota.
Di sisi lain, terdapat empat oknum di lingkup BTN Cabang Medan yang sejak awal penanganan kasus ini oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara
(Kejatisu) sudah berstatus tersangka. Namun, sejauh ini keempatnya belum ditahan
dan dihadapkan ke pengadilan untuk diperiksa sebagai terdakwa.
Oknum BTN dimaksud salah satunya adalah Aditya Nugroho.
Dalam pusaran kasus yang bermula tahun 2013 ini, Aditya Nugroho menjabat Staf Analis Kredit BTN Cabang Medan.
Kemudian R Dewo Pratolo Adji, ketika itu Pejabat Kredit Komersial (Head Commercial Landing Unit). Lalu ada Agus Fajariyanto selaku Wakil Pimpinan (Deputy Branch Manager) dan Ferry Soneville selaku Pimpinan Cabang (Branch Manager) Medan.
“Demi
keadilan, sudah seharusnya ada kesetaraan dan kepastian hukum. Namun, bukan menyamakan hak tersangka
dari BTN dengan terdakwa Mujianto. Sebaiknya proses hukum juga dilakukan dengan
konsisten dan terukur, caranya mengembalikan terdakwa maupun para tersangka ke
rumah tahanan sembari menanti jadwal persidangan,” tukas Rion.
Jika Terbukti Bersalah, Oknum BTN Harus Dihukum Lebih Berat
Rion Arios, S.H., M.H.
Perlu digarisbawahi, lanjut Rion, BTN merupakan badan
usaha milik negara (BUMN). Karenanya, jika ada oknum pejabat BTN yang terbukti
bersalah harus dihukum lebih berat. Sebab, dengan sengaja menggunakan wewenang
dalam jabatannya untuk mencuri uang negara.
“Itu untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Tidak akan
terjadi kredit yang tidak sesuai prosedur dan syarat, bila oknum BTN
melaksanakan tugasnya dengan baik. Direktur Utama BTN juga wajib diperiksa,”
tegasnya.
Kepala Badan
Bantuan Hukum Advokasi Rakyat (BBHAR) PDI Perjuangan Kota Medan ini juga meminta penegak hukum
melaksanakan proses hukum terhadap terdakwa Mujianto secara baik. Jangan sampai
penanganannya justru terindikasi melindungi pihak-pihak yang sebenarnya merupakan orang paling
bertanggungjawab.
“Terlepas
Mujianto yang terkenal itu sudah dilepas hakim PN Medan dengan alasan
penangguhan dengan setor Rp500 juta jaminan, sudah selayaknya 4 orang dari BTN
segera ditahan dan disidangkan. Sehingga, kasus dugaan korupsi modus modus kredit yang merugikan negara
itu bisa terungkap jelas,” tandas Rion.
Advokat ini menyimpulkan, kelak hakim akan mengalami kesulitan menjatuhkan
putusan bila tersangka
lainnya tidak dihadirkan dan dijadikan terdakwa. Begitu halnya
jaksa, akan kesulitan
menuntut terdakwa Mujianto.
Diketahui, kasus ini bermula dari pengajuan permohonan
kredit PT. Krisna Agung Yudha Abadi (PT. KAYA) ke BTN Kantor Cabang Medan.
Perusahaan pengembang tersebut mengajukan kredit untuk membangun 151 unit rumah tinggal double
decker Takapuna
Residence di Kawasan Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten
Deliserdang, Sumatera Utara. BTN Kantor Cabang Medan menyetujui kredit dengan
nilai Rp39,5 miliar dengan agunan 93 sertifikat hak
guna bangunan (SHGB).
Belakangan kredit tersebut macet hingga disidik pihak
Kejatisu. Terungkap pula, 93 SHGB yang menjadi agunan masih atas nama PT. Agung Cemara Realty (ACR). Hingga pencairan kredit, sebanyak 79 SHGB dari total
agunan masih terikat hak tanggungan di Bank Sumut Cabang Tembung dan belum
lunas.
Mujianto didakwa bersalah lantaran turut menerima aliran
dana pencairan kredit yang diajukan PT. KAYA. Aliran dana itu digunakannya
untuk melunasi utang ke Bank Sumut Cabang Tembung.
Dalam pusaran kasus ini, Notaris Elviera menjadi oknum
yang pertama kali diadili. Notaris Elviera membantu proses pengurusan legalitas
pengajuan kredit.
Selain Elviera, Direktur PT. KAYA Canakya Suman juga
sudah diadili. Berbeda dengan Mujianto yang terbebas dari kungkungan jeruji,
Canakya Suman hingga kini masih mendekam di Rutan Tanjung Gusta. (indra)