Tangkapan layar Grup Telegram Bjorka
AgioDeli.ID – Hacker Bjorka, pembobol sejumlah situs
lembaga pelat merah RI, membuka diri untuk pengecekan validasi data yang bocor melalui
akun Telegram-nya.
Dikutip sejumlah media, baru-baru ini, Grup Telegram Bjorka
dihuni 4.880 pengguna. Anggota grup itu tak jarang mempertanyakan ihwal
informasi teranyar dari kelanjutan pembobolan data.
Akun Bjorka juga sempat menyindir Kementerian Komunikasi
dan Informatika via BreachForums. "My Message to Indonesian Goverment: Stop
being an idiot".
Pesan Bjorka itu menanggapi pernyataan pihak Kominfo
sebelumnya yang meminta hacker ini 'jangan nyerang' usai berusaha menjual 1,3
miliar data registrasi SIM card masyarakat Indonesia.
Foto para profil grup juga menggunakan gambar yang serupa
dengan profil Bjorka di situs Breached.to. Hari-hari terakhir ini, tak banyak
komentar dan percakapan di grup tersebut.
Beberapa anggota grup hanya sesekali mempertanyakan
kelanjutan aksi pembobolan data yang diduga diretas Bjorka.
"Hi Bjork, bagaimana dengan Kementerian Maritim dan
Investasi?" bunyi chat anggota grup.
Untuk diketahui, akun Bjorka belakangan terkenal usai
menjual kebocoran data yang diklaim berasal dari lembaga dan perusahaan milik
negara RI. Di antaranya, data pelanggan dan history browser Indihome (bagian
dari Telkom Indonesia), 1,3 miliar data registrasi kartu SIM, data pelanggan
Tokopedia, hingga data pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha
mengatakan Bjorka memang membuka akses Telegram grup bagi siapa pun yang ingin
menguji validitas data.
Menurutnya, anggota grup bisa me-request nama maupun
nomor induk kependudukan (NIK). Bjorka lantas akan memberikan data spesifik
secara lengkap.
Pratama mencontohkannya dengan dugaan kebocoran
105.003.428 juta data pemilih yang dijual dengan harga 5.000 Dollar Amerika
Serikat. Bentuknya, file sebesar 4GB dalam keadaan dikompres.
Data pemilih yang diduga bocor itu, menampilkan provinsi,
kota, kecamatan, kelurahan, tempat pemungutan suara (TPS), NIK, kartu keluarga,
nama, tempat lahir, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, dan alamat.
"Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lebih tahu soal ini.
Oleh karena itu, perlu diaudit satu per satu agar tahu di mana
kebocorannya," kata Pratama yang pernah menjabat Ketua Tim Lembaga Sandi
Negara (sekarang BSSN) tersebut.