Soroti Etika Masyarakat Bermedsos, IMAMIKOM FISIP USU Gelar Dialog Literasi

Editor: B Warsito author photo
Dialog Literasi yang diusung oleh Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (IMAMIKOM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) yang digelar di Café AEKI Cerita Kopi Pos Bloc, Medan pada Jumat (23/12/2022). (Istimewa)




Agiodeli.id - Indonesia dikenal dengan keramahan dan adat istiadat yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur serta sopan santun. Namun, etika bermedia sosial di Indonesia diketahui adalah yang paling buruk di dunia menurut hasil penelitian Microsoft di tahun 2020. 


Oleh karena itu, meningkatkan literasi media dinilai bisa menjadi suatu upaya yang bisa dilakukan guna memperbaiki etika bermedia sosial masyarakat. 


Hal inilah yang kemudian menjadi pembahasan dalam Dialog Literasi yang diusung oleh Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (IMAMIKOM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) yang digelar di Café AEKI Cerita Kopi Pos Bloc, Medan pada Jumat (23/12/2022) lalu yang ditayangkan melalui kanal Youtube, IMAMIKOM FISIP USU.


Hadir dalam dialog dengan konsep Podcast tersebut sebagai narasumber, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Sumatera Utara, Ir. H. Soekirman dan Pakar Ilmu Komunikasi FISIP USU, Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.Si, Ph.D, yang dipandu oleh salah seorang Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU, Sujonsen Huang. Membuka dialog ini, Soekirman memaparkan hasil penelitian yang mengungkapkan fakta rendahnya social handling (pengendalian sosial) generasi Z saat ini, beberapa diantaranya karena aktivitas teknologi ikut mempersempit ruang interaksi generasi Z saat ini.


“Dalam konteks tradisi lisan misalnya kita dulu terbiasa tawar menawar dalam jual beli, sekarang dengan adanya teknologi misalnya aplikasi jual beli online, semakin mengurangi aktivitas budaya lisan kita, kontak sosial berkurang dan tentunya berdampak pada etika sosial,” ujar pria yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Serdang Bedagai ini.


Persoalan tradisi lisan juga diungkap Pakar Ilmu Komunikasi FISIP USU, Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.Si, Ph.D yang juga pernah mengalami dampak yang terjadi akibat perkembangan teknologi terhadap lunturnya tradisi lisan, misalnya dalam hubungan dosen dan mahasiswa saat ini. Kerap terjadi saat ini, lanjut Syafruddin, mahasiswa terbiasa mengirim tugas melalui aplikasi pesan instan seperti Whatsapp, bahkan ada yang mengirim tugas kuliah melalui aplikasi pengiriman paket.


“Ada beberapa dosen yang tersinggung (dengan perlakuan seperti itu) atau tidak nyaman, dia merasa hilang dengan tradisi lisan kita misalnya mengunjungi dosen atau sowan dan sebagainya. Saya mungkin bisa menerima, karena ini bagi saya konsekuensi dari bermedia digital saat ini, tinggal kita mau pakai atau tidak,” ungkapnya.


Terkait literasi digital, Ir. H. Soekirman menilai warga Sumut masih belum dewasa dalam literasi digital. Hal itu terlihat dari bagaimana masyarakat menyikapi setiap informasi yang diterimanya di media sosial, yang bahkan tidak mampu dibedakan mana yang benar dan mana yang salah. Misalnya saat momen-momen politik seperti Pemilu dan Pilkada, perang informasi di media sosial tentunya ikut mencerminkan kedewasaan literasi masyarakat, khususnya di Sumatera Utara.


“Suatu kebohongan yang terus menerus disiarkan, itu bisa ditangkap publik sebagai sebuah kebenaran,” pungkasnya.


Sejalan dengan pendapat tersebut, Pakar Ilmu Komunikasi FISIP USU, Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.Si, Ph.D juga sepakat bahwa tradisi lisan kita masih sangat kurang dan memang harus diperbaiki. Beliau mencontohkan misalnya dalam undangan pernikahan, jika dulu ada budaya-budaya untuk mengunjungi keluarga dan sebagainya, kini sudah ada undangan digital.


“Sesuai filosofi Pinang ke tampuk, sirih ke gagang, sudah saatnya kita kembali dengan tradisi kita, budaya adat istiadat kita yang sarat akan nilai dan etika. Kita sudah nyasar jauh, harus kita kembalikan ke relnya ini,” ujar pria yang juga pernah menjabat Komisioner KPID Sumut ini.


Dalam upaya memperbaiki etika bermedia sosial masyarakat, kedua narasumber sepakat bahwa selain dilakukan massif melalui pendidikan, harus ada regulasi daerah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemajuan Kebudayaan supaya ketahanan budaya dan kearifan lokal ini bisa diperkuat ditengah kencangnya arus teknologi dan budaya asing yang sulit untuk dibendung.


“Kita bisa belajar dari Bali, begitu banyaknya turis asing datang kesana, tapi adat dan budaya masih dijunjung tinggi disana, termasuk dalam berperilaku sosial dan etika masyarakat,” ungkap Soekirman.


Menutup diskusi, Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.Si, Ph.D kembali menegaskan pentingnya tradisi lisan dan budaya dalam upaya memperbaiki etika masyarakat. Saatnya kembalikan masyarakat pada nilai luhur budaya.


“Boleh saja orang cukup hebat di bidang yang lain, tapi kalau tidak beretika ya tidak ada gunanya,” ujarnya. (Dirga)


Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com