AgioDeli.id - Kekalahan beberapa gugatan dari bawahannya dan kekosongan jabatan Eselon Dua menjelang berakhirnya masa jabatannya sebagai Gubernur Sumut telah mencerminkan buruknya kepemimpinan Edy Rahmayadi. Selain itu, Edy juga terlihat berlaku semena-mena dengan tidak mematuhi aturan yang berlaku.
Demikian kesimpulan Sekretaris Dewan Pertimbangan (Wantim) DPD Golkar Sumut, Dr KRT H Hardi Mulyono Surbakti, saat dimintai tanggapannya tentang beberapa aparatur sipil negara (ASN) yang menang menggugat Gubsu, serta masih adanya tiga jabatan Eselon Dua Pemprov Sumut yang masih dalam proses mencari pengisinya.
Seperti ramai diberitakan pekan lalu, Supriyanto yang dicopot Gubsu dari jabatannya sebagai Kadishub dan diturunkan menjadi Eselon Tiga, menggugat Gubsu ke PTUN. Supriyanto memenangkan gugatannya, dan mengharuskan Gubsu mengembalikan posisinya sebagai Eselon Dua.
Sebelumnya, Antony Sinaga yang dicopot dari jabatan Eselon Tiga, menggugat Gubsu ke KAS. Antony memenangkan gugatannya, dan mengharuskan Gubsu kembali menempatkan Antony Sinaga pada jabatan Eselon Tiga. Sedangkan Bambang Pardede yang dicopot dari jabatannya sebagai Kadis PUPR, juga menggugat Gubsu ke PTUN dan saat ini memasuki tahap pengambilan putusan.
Edy Rahmayadi juga dikalahkan di PTUN atas gugatan Ketua Karang Taruna Sumut, Dedi Dermawan. Dedi dicopot sebagai Ketua Karang Taruna Sumut, dan Edy mengangkat nama lain menggantikan Dedi. Diangggap menyalahi aturan, Dedi Dermawan menggugat Gubsu ke PTUN, dan memenangkan gugatan tersebut.
Sementara itu, menjelang sebulan berakhirnya masa jabatannya pada 5 September 2023 mendatang, saat ini Edy masih mencari pengisi tiga jabatan Eselon Dua yakni Kadis Perkebunan dan Peternakan, Karo Perekonomian dan Karo Administrasi Pimpinan. Beberapa waktu sebelumnya, terjadi kehebohan saat Edy Rahmayadi melantik ASN yang sudah meninggal dunia dan yang sudah pensiun.
“Kesemua fakta-fakta tersebut, menyimpulkan bahwa manajemen kepemimpinan Edy Rahmayadi sebagai Gubsu sangat buruk, semena-mena berdasarkan suka dan tak suka, serta tak mengindahkan aturan yang berlaku,” ujar Hardi Mulyono.
Pola kepemimpinan Edy Rahmayadi yang buruk semacam itu, pada akhirnya berdampak negatif pada kinerja Pemprov Sumut selama lima tahun dipimpin Edy Rahmayadi.
“Masyarakat Sumut telah dirugikan, karena telah menyia-nyiakan waktu lima tahun ini, hanya untuk melihat Edy Rahmayadi belajar jadi Gubsu. Tak ada hasil kerjanya yang bisa dibanggakan,” ujar Hardi.
Yang memprihatinkan, Edy Rahmayadi selalu viral bukan karena prestasi dan hasil kerjanya yang baik. Tetapi lebih dikarenakan ucapannya yang kontroversial dan mengundang kegaduhan, serta kebijakannya yang tak mengindahkan aturan yang ada.
“Selama lima tahun ini, kita disuguhi ucapan dan kebijakan kontroversial Edy Rahmayadi sebagai Gubsu.”
Kata Hardi, kondisi yang ada tersebut membuat Sumut menjadi provinsi yang semakin jauh tertinggal di berbagai bidang dibanding banyak provinsi lainnya.
Hardi Mulyono berharap masyarakat Sumut bisa mendapat hikmah dari lima tahun kepemimpinan Edy Rahmayadi yang buruk tersebut. Dengan demikian, masyarakat Sumut tidak lagi salah memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan.
“Kesalahan kita memilih Edy Rahmayadi sebagai Gubsu selama lima tahun ini, jangan sampai terulang lagi pada Pilgubsu mendatang,” ungkapnya.(AMAL)